Saya ingin mengulas sedikit
tentang acara CENDEKIA yang pagi tadi disiarkan oleh MetroTV dengan tema
“Sekolah untuk Si Abu-Abu”. Acara tersebut membahas tentang Sekolah Dasar
Pantara, dimana sekolah ini khusus mendidik anak-anak yang memiliki kesulitan
belajar spesifik (spesific learning difficulties).
Anak-anak tersebut memiliki
kendala dalam hal membaca / disleksia, menulis / disgrafia, berhitung /
diskalkulia, berbahasa / disfasia, sulit berkonsentrasi / Attention Deficit
Disorder (ADD), hiperaktif / Attention Hyperactivity Disorder (ADHD).
Saya tertarik dengan tema pagi
tadi sebab saya pernah beberapa kali bertemu dengan orang-orang yang mengalami
kesulitan tersebut. Saya melihat secara nyata orang-orang dengan kesulitan
semacam ini sulit diterima di masyarakat. Baik di lingkungan tempat tinggal,
sekolah umum, atau bahkan keluarga mereka sendiri.
Dulu saya pernah memiliki
tetangga. Saat itu kira-kira usianya sekitar 3 atau 5 tahun. Anak ini memiliki
kesulitan dalam hal berbicara, kesulitan untuk merespon perkataan orang lain,
hiperaktif, dan masih mengalami fase sering ‘ngeces / ngiler’. Dengan keadaan
seperti itu banyak tetangga yang menggunjing perilaku anak tersebut.
Ada lagi cerita lain. Lagi-lagi
saya memiliki tetangga dengan kesulitan berbicara. Masih dengan umur yang sama
yaitu sekitar 3 atau 5 tahun. Berbeda dengan kasus sebelumnya, anak yang satu
ini mampu untuk berbicara. Namun apa yang ia katakan tidak terdengar dengan
jelas sehingga sulit untuk dipahami oleh orang lain. Selain itu anak ini juga
hiperaktif dalam kesehariannya. Lagi-lagi seperti kasus awal, anak ini menjadi
bahan perbincangan orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya.
Selain itu, saya juga pernah
bertemu dengan orang yang mengalami kesulitan berhitung dan berkonsentrasi. Dia
adalah teman saya di bangku SMK.
Sebagai siswa dengan jurusan
Teknik Gambar Bangunan, mau tidak mau kita pasti dihadapkan dengan angka dan
berhitung. Sayangnya teman saya yang satu ini sulit untuk menyesuaikan diri. Kerap
kali ia kesulitan menerima pelajaran dan menyelesaikan tugas, sehingga
teman-teman saya menganggapnya bodoh.
Karena hal tersebut, ia sering
mendapat bimbingan khusus dari Kepala Jurusan, wali kelas, dan guru-guru
jurusan. Sampai pada suatu ketika dimana Kepala Jurusan, wali kelas, dan
guru-guru jurusan menyarankannya untuk pindah ke sekolah lain. Pada akhirnya
orangtua teman saya ini memutuskan untuk memindahkannya ke salah satu SMA
swasta.
Dari beberapa hal yang sudah
pernah saya lihat sendiri, sebagai orang awam saya juga berfikiran sama seperti
yang lain. Beranggapan bahwa orang-orang semacam itu memiliki gangguan dalam
perkembangannya.
Namun jika ditelaah lebih lanjut
sesuai dengan fakta yang ada, banyak sekali dari kita yang memandang
orang-orang dengan kesulitan semacam ini hanya sebelah mata. Kesalahan inilah
yang sering terjadi di masyarakat. Mereka tidak berusaha membantu, namun mereka
selalu saja menggunjing dan merendahkan.
Saat saya melihat acara CENDEKIA
tadi pagi, saya merasa terpukau dengan sosok guru. Dalam beberapa cuplikan, ia
tampak begitu sabar dan telaten mendidik anak-anak tersebut.
Saya mengutip sebuah kalimat
yang diucapkan oleh guru tersebut (dari twitter @CendekiaMetroTV) :
“Semua anak itu unik. Kendala
yang dialami anak di sekolah jangan jadikan itu suatu label, tapi jadikan itu
motivasi kita bersama.”
Selayaknya kita yang hidup
bersama dengan mereka juga mampu membantu mereka sebisa kita. Bukan
menggunjing, merendahkan, dan membuat orang-orang dengan kesulitan semacam itu
menjadi rendah diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar