Saya menulis bukan karena
keterpaksaan atau keharusan. Saya menulis karena alasan ingin dan menulis
adalah hal yang menarik untuk dilakukan.
Sejujurnya, saya pikir --- hanya
saja saya pikir, saya adalah salah satu manusia dengan kepribadian ambivert.
Kepribadian ambivert ini berdiri di antara kepribadian ekstrovert dan
introvert. Kepribadian ekstrovert sendiri dapat diartikan sebagai kepribadian
yang mudah bergaul, mudah terbuka dengan hal-hal baru, dan periang. Kurang
lebih seperti itu. Sedangkan kepribadian introvert memiliki sifat yang
berlawanan jauh dengan kepribadian ekstrovert. Dimana orang dengan kepribadian
ini cenderung lebih senang dengan ketenangan, senang menyendiri, dan sulit
untuk membuka diri.
Sejauh ini saya merasakan dua
kepribadian tersebut ada pada diri saya. Terkadang saya menjadi sosok
ekstrovert. Dimana saya senang bergaul, terlalu banyak bicara “cerewet”, dan periang.
Namun di sisi lain, saya bisa menjadi sosok introvert. Dimana saya senang
menyendiri, menjauh dari khalayak, dan pendiam.
Biasanya orang yang baru
mengenal saya akan menganggap saya sebagai orang “aneh”. Mengapa demikian?
Sebab suasana hati saya bisa
berubah sewaktu-waktu. Bisa saja saat ini saya menjadi periang, satu
menit kemudian berubah menjadi sosok pendiam dan penyendiri. Keadaan itu sering
terjadi tiba-tiba pada saya namun dengan suatu alasan yang pasti tentunya.
Sehingga orang-orang yang sudah mengenal saya akan beranggapan bahwa saya “moody-an”.
Bahkan ada seseorang yang berkata kepada saya bahwa sosok ambivert ini adalah
sosok yang “labil”
dengan patokan ia menilai saya. Kurang lebih saya sedikit setuju dengan
anggapan bahwa sosok ambivert ini adalah sosok yang “labil” dengan
sifat “moody” yang
mereka miliki.
Namun saya tidak akan membahas
lebih lanjut tentang sosok ambivert. Saya ingin membahas lebih banyak tentang
sosok dengan kepribadian introvert. Walaupun saya memiliki kepribadian ambivert,
namun setelah dirasa-rasa kepribadian introvert lebih dominan dengan saya.
Saya akan bercerita tentang
betapa sulitnya menjalani hari-hari sebagai introvert. Saat kepribadian ini
sedang mendominasi suasana hati, saya lebih banyak diam. Biasanya saya lebih
suka untuk menyendiri dibandingkan harus bercampur dengan orang banyak, lebih
memilih tidak melakukan kontak dengan orang lain, intinya saya menjadi sosok
individualis.
Banyak orang yang sulit memahami
sikap introvert. Mereka cenderung beranggapan bahwa sosok introvert ini adalah
sosok yang acuh, terkesan cuek, dan dingin. Sebenarnya bukan keinginan sosok
introvert bersikap demikian. Hanya saja seseorang yang memiliki kepribadian
introvert memiliki kekhawatiran, ketakutan, dan kecemasan yang luar biasa untuk
bersosialisasi dengan orang banyak terutama dengan orang yang baru mereka
kenal.
Ketakutan itu bisa berupa
kecemasan tidak diterimanya mereka dalam suatu lingkup sosial, ketakutan bila
salah-salah kata, perasaan malu, dan masih banyak lagi. Saya bisa bercerita
demikian sebab saya merasakan dan menjalaninya sendiri sebagai introvert.
Saya simpulkan bahwa seseorang
dengan kepribadian introvert bisa saja memiliki tekanan batin yang luar biasa.
Mereka merasa sendiri dan bahkan bisa saja merasa diasingkan. Semua manusia
pasti membutuhkan orang lain bukan? Tidak mungkin manusia akan berdiri sendiri.
Bagaimanapun, seperti apapun manusia pasti membutuhkan orang lain. Pasti.
Begitu pula dengan introvert.
Sebenarnya mereka juga membutuhkan orang lain. Hanya saja mereka memiliki
kekurangan dalam mengekspresikan perasaannya kepada selain dirinya sendiri dan
orang yang benar-benar dekat dengan dirinya.
Sosok introvert ini juga
membutuhkan perhatian, membutuhkan teman, membutuhkan tempat berbagi rasa baik
suka maupun duka. Namun banyak di dunia ini yang kurang mampu merangkul sosok
introvert untuk membuka kehidupan mereka, membuka sesuatu yang baru. Banyak
orang terlalu terburu-buru dan menyama-ratakan sosok introvert dengan sosok
ekstrovert.
Jika kalian pikir. Menjadi sosok
introvert benar-benar menyedihkan bukan? Betapa sakitnya kehidupan mereka yang
hanya berkutat pada kotak kosong hampa. Mereka memendam perasaannya sendiri ---
suka, duka, bahagia, sengsara. Mereka hanya mampu memendamnya sendiri.
Menyedihkan kan? Andai saja kalian bisa memahaminya.
Saya tahu. Ketika saya berdiri
menjadi sosok introvert, kesulitan-kesulitan yang sudah saya jabarkan tadi akan
mengiringi hari-hari saya. Saya tidak bisa mengutarakan perasaan saya, rasa
bahagia, dan sedih saya. Saya hanya diam memandangi kehidupan yang tengah
berjalan seraya bercerita dalam batin saya.
Karena itulah saya memilih
menulisnya. Mencoba mengutarakan apa yang tengah bersemayam dalam hati dan
pikiran saya. Menuangkan segalanya lewat jari jemari saya. Sebab saya
tahu, menyimpan perasaan seorang diri sangat menyiksa. Menulisnya adalah hal
yang jauh lebih mudah dibanding harus mengutarakannya. Dengan begitu perasaan
saya akan lebih baik setelahnya.
Mungkin kalian yang memiliki
kepribadian introvert dapat melakukan hal yang sama. Mengutarakan perasaan
kalian dengan menulis. Entah menulis di buku harian, atau menulis seperti yang
saya lakukan saat ini. Kembali lagi, itu terserah kalian - itu keputusan
kalian.
Bagaimanapun tak baik memendam
perasaan sendiri. Utarakan semua semampu kalian. Jika mampu diucapkan,
ucapkanlah. Jika mampu ditulis, tulislah. Atau kalian dapat menuangkan perasaan
kalian dengan menggambar. Setidaknya buatlah perasaan kalian jauh lebih baik
dari sebelumnya. Dengan cara yang positif tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar